0
KAYA DAN MISKIN
Posted by Arfi_Prasetya
on
7:32 AM
in
ngayal cerita
Kalau
kamu memang sekarang ini lagi dalam kondisi “hidup”, pasti kamu udah tau mana
yang dikategorikan miskin, mana yang dikategorikan kaya. Walaupun pandangan
orang-orang berbeda, tapi tetap saja ‘kualitas si kaya lebih unggul
dibandingkan si miskin. Gue suka heran kenapa bisa begitu, nggak tau hukum alam
apa gimana. Tapi yag jelas keadaan sekarang makin lama makin bingung bin ajaib.
Ada orang miskin (dalam artian hidup yang sangat..sangat kurang dari cukup)
tapi mereka terkesan mencolokkan keadaannya, ada juga yang kaya (hidup dengan
materi yang lebih dari cukup) tapi, ya sama, mereka ‘memaksa’ untuk memiskinkan
kehidupannya dengan mencari yang lebih..lebih..dan lebih sampai-sampai lupa
mana yang halal, mana yang haram. Sebenarnya, apa sih itu miskin?. Sepengalaman
gue, miskin itu ya lebih sering dilihat dari segi materi, tapi lebih sering
juga miskin dipandang sebelah mata, dan penggunaan kosakatanya semakin lama
semakin meluas, nggak cuma dari segi harta, sih. Kayak yang gue bilang di awal,
“kualitas” miskin pasti terlihat lebih rendah dibandingkan si kaya.
Tukang becak
yang cuma punya kaos oblong, celana bahan, sandal jepit, mana boleh masuk
seenak udel ke istana negara tanpa adanya “embel-embel” atau “ada keperluan
mendesak” dan itu pun kudu ada dukungan dari masyarakat banyak (setahu gue sih
gitu). Nggak mungkin juga kan dia dibolehin masuk cuma dengan alasan ingin
silaturahmi sama presiden terus curhat soal kesejahteraan hidupnya sama
orang-orang di sekitar tempat tinggalnya yang makin lama makin terpuruk.
Kalau bahasnya
di luar konteks materi, orang yang punya dua rumah mewah, dua mobil canggih
karena punya duit banyak, bakal dipandang sebelah mata juga, lho kalau semua
duitnya dari hasil korupsi (bagi yang ketauan), karena dia juga ‘miskin’ hati.
Negara ini
punya semangat yang bagus, memberantas kemiskinan. Caranya beragam, ada yang
bilang lewat program pemerintah, lah, ada juga yang bilang dibiarin aja, nanti
juga orang-orang miskin bakal berkurang, karena MATI. Gue kasih tau ya bro,
sist. Menurut gue, kemiskinan itu nggak bakal bisa dihilangkan (catat!!). itu
sama aja kayak menghilangkan kata ‘bagus-jelek’, ‘panas-dingin’, ‘keras-lembut’
di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahkan di dunia. Gue berani taruhan Rp
10.000 (hehehe) kalau ternyata di Amerika Serikat yang selalu menjadi acuan hampir
dalam segala hal (karena mereka memang lebih maju, sih) kalau disana nggak ada
yang namanya pengemis, kalau pun ada, duit Rp 10.000 gue ikhlasin (hehehe). Gue
bukannya menghasut untuk menghujat mereka yang hidupnya jauh dari berkecukupan,
tapi gue Cuma berusaha untuk menghilangkan image
yang terkesan kita me –judgement mereka
yang miskin , yang benar-benar miskin tanpa perlu memperlihatkan kemiskinannya.
Kenapa kita nggak coba untuk merubah kata “menghilangkan” kemiskinan menjadi “mendekatkan”
kemiskinan?. Maksudnya kemiskinan bukan untuk dijauhi, atau dikebiri. Karena kita
perlu tahu seperti apa itu kemiskinan sebelum kita menilai mereka.
Kaya dan
miskin bukanlah kucing dan anjing. Kaya dan miskin bisa menjadi dekat, bahkan
erat. Biarkan orang yang memilih hidupnya, asal cerdas tanpa embel-embel kaya
dan miskin dan yang terpenting tahu mana yang benar dan mana yang salah. Kunci sejahtera
bukan berarti menjadi negara maju dengan acuan tekhnologi tanpa kita
mempersiapkan diri kita untuk membatasi penguunaannya. Kaya dan miskin adalah
kuncinya. Mereka perlu akur, agar manusia bisa mengenal bersyukur. Mereka bukanlah
hidup-mati, belum. Karena kalau keadaan seperti sekarang ini dipertahankan
terus menerus, si miskin udah pasti “lebih duluan” menghadapi kematian. Mereka
bukanlah musuh yang berlawanan, tapi mereka perlu berkawan. Mengenal satu sama
lain dan kalau perlu menikah, hingga nantinya melahirkan kesejahteraan.
Post a Comment